perkiraanrakyat.com – Allah SWT tidak menyukai orang yang berlebihan atau melampaui batas, termasuk dalam perilaku makan. Sehingga ada baiknya agar mengambil pertengahan saat menyantap makanan, yakni dalam porsi yang tak terlalu kenyang dan tidak sedikit.
Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub dalam Kitabul-Aadab menyebutkan di antara adab makan adalah tidak terlalu banyak hingga kekenyangan, maupun terlalu sedikit sampai kelaparan. Seorang muslim yang berlebihan ketika makan, maka bisa membuat badannya sakit dan mudah terserang penyakit. Tubuh yang terlalu kenyang dapat pula menjadi lemah dan berdampak malas untuk melaksanakan ibadah. Bahkan kebanyakan makan mampu membuat keras hati.
Sementara makan terlalu sedikit sehingga kelaparan juga tak baik. Lantaran dapat membuat tubuh lemas dan lemah untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Perilaku makan yang demikian tidak diperbolehkan, dan hukumnya makruh.
KH Muhammad Syafi’i Hadzami melalui buku Taudhihul Adillah turut mengemukakan asal hukum makan adalah mubah atau boleh. Namun jika makan terlalu banyak sampai-sampai seseorang itu muntah, maka itu haram dan dilarang oleh syariat.
Ia lanjut menjelaskan bahwa hukum makan juga bisa berubah menjadi sunnah apabila dilakukan atas dasar agama yakni dengan niat menguatkan diri untuk beribadah kepada Allah SWT. Bila berniat seperti ini, maka orang yang melakukannya bahkan memperoleh pahala dari makan itu sendiri.
Meniatkan diri untuk makan supaya kuat ibadah dan mampu menjalankan ketaatan kepada Allah SWT, sepatutnya dilakukan dengan tindakan makan yang sederhana dan tidak terlalu kenyang. Anjuran Menyeimbangkan dan Secukupnya saat Makan Melalui sabdanya, Rasulullah SAW menganjurkan kaum muslim untuk makan secukupnya. Bahkan beliau memberitahukan porsi makan yang seimbang, tidak terlalu banyak dan tak sedikit.
Kitabul-Aadab menukil hadits Nabi SAW riwayat Miqdam bin Ma’di Karib. Di mana Miqdam berkata, “Saya mendengar Rasul SAW bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِه
Artinya: “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah anak Adam mengisi perutnya dengan beberapa suapan yang akan meluruskan tulang rusuknya. Jika harus ditambah, maka sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk minum, dan sepertiganya untuk bernafas.” (HR Tirmidzi [2280], Ahmad [15648], & Ibnu Majah [3286])
Sahabat Umar bin Khattab suatu ketika juga pernah berkhutbah, ia berkata: “Waspadalah kalian dari perut. Karena perut ini dapat membuat malas mengerjakan salat dan membuat badan sakit. Dan kalian harus makan secukupnya, karena hal itu menjauhkan penyakit, menyehatkan badan dan membuat semangat melakukan ketaatan. Dan orang tidak akan mati hingga dia mendahulukan nafsunya ketimbang agamanya.”
Cara Nabi SAW agar Tak Terlalu Kenyang saat Makan
Ahmad Sarwat, Lc, MA dalam buku Halal atau Haram? Kejelasan Menuju Keberkahan menerangkan bahwa Rasulullah SAW punya cara tersendiri supaya tidak sampai kekenyangan yakni memerhatikan cara duduk beliau ketika makan, tepatnya dengan teknik berlutut atau melipat lututnya sehingga menekan perut.
Ibnu Majah meriwayatkan, “Rasul SAW dihadiahkan hidangan kambing, beliau duduk berlutut (melekuk lututnya) sambil makan. Seorang Arab bertanya, ‘Duduk macam apa ini?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Allah SWT menjadikan aku hamba yang mulia, bukan yang sewenang-wenang dan menentang.” (HR Ibnu Majah)